by Ochi'Kyogi ChanChan Wee on Tuesday, June 26, 2012 at 4:22pm ·
Dan setelah dari toilet, aku pun bertekad akan mengatakan hal itu kepada Fauzi. Untung dia masih disana. Lalu ku hampiri dia yang sedang bersenandung pelan.
“Hai, Zi,” sapaku.
“Ohh, Ratna? Ada apa?” tanya Fauzi.
“Aku mau ngomong sesuatu sama kamu, Zi,” kataku agak gugup.
“Apa?”
“Sebenernya aku suka sama kamu dari saat kita bertemu saat di meja tengah kantin sekolah itu, Zi. Aku juga gag pernah pacaran sama Ryan. Aku pengen selalu bersama kamu. Aku juga tidak suka kalau kamu sama cewek lain...” kataku cepat dan mulai menangis.
“Hahh?!” tanya Fauzi kaget.
Aku dan Fauzi berpandangan. Aku hanya diam menatap matanya itu. rasanya aku ingin memeluknya. Tapi tubuhku masih terpaku. Dan bibirku tak mampu ku buka. Air mataku terus mengalir. Aku tak bisa menahannya. Aku tidak tahu kenapa aku bisa menangis seperti ini.
“Kamu sudah punya cewek belum?” tanyaku kemudian.
“Sudah.”
“Siapa?”
“Amel.”
“Ohh. Kalian memang pasangan yang serasi. Aku senang mendengarnya. Semoga kalian langgeng ya?” kataku sambil berdiri dan melangkahkan kaki menjauh dari tempat itu.
“GUBRAK!!!”
“Kamu gapapa kan, Na?” tanya Fauzi saat aku menabrak sebuah tong sampah depan kelas Fauzi.
“Gapapa,” kataku sambil berdiri karena jatuh tadi.
Aku berlari sekencang-kencangnya menuju kelasku yang berada di ujung sana. Fauzi tidak mengejarku. Lalu ku ambil tasku dan aku pun segera mengambil sepedaku. Ku kayuh sepedaku sekencang-kencangnya dan aku juga tidak tahu arah. Yang penting aku tidak bertemu lagi dengan Fauzi dan juga Amel. Aku tidak menyangka bahwa Amel juga suka dengan Fauzi.
Kali ini aku benar-benar sakit hati. Sudah sekian lama aku memendam rasa ini dihatiku. Tetapi kali ini sia-sia saat aku mencoba mengungkapkannya. Rasanya aku ingin tenggelam saja dari bumi ini. Agar aku tidak bisa melihat Fauzi dan Amel yang sedang berbahagia.
Selama liburan kenaikan kelas, Amel jarang sekali mengajakku pergi. Dia hanya sesekali sms saat membutuhkanku saja. Liburan kali ini hanya ku habiskan di rumah. Kadang-kadang Ryan mengajakku pergi. Tetapi aku tidak mau. Aku hanya memilih untuk main game atau browsing di internet dengan menggunakan laptopku.
Bayang-bayang Fauzi masih begitu jelas di ingatanku. Aku ingin sekali melupakannya. Tapi hatiku enggan untuk itu. sering aku melihatnya lewat depan rumahku saat menjelang sore. Dan dia juga sering berhenti di depan gerbang rumahku. Tetapi dia tidak pernah mencoba untuk masuk. Aku juga hanya diam dan melihatnya dari kamarku yang berada di lantai 2 rumahku.
Dan sore ini, ku sengaja untuk keluar dari sarang pertahananku dan menuju ke lapangan sepak bola dekat sekolahku. Ku kayuh sepedaku sambil mendengarkan mp3 dari handphoneku dan bernyanyi. Rasanya sore ini begitu damai. Biasanya di sepanjang jalan menuju ke sekolah ini kalau sore bising karena banyak orang yang pulang kerja.
Dan akhirnya aku pun sampai di lapangan sepak bola. Disana juga sepi. Biasanya Fauzi dan Ryan main bola disini. Aku pun menuju ke sebuah bangku panjang yang berada di piinggir lapangan itu. angin sepoi-sepoi menerpa rambut lurusku yang panjang. Membuatnya berkibar-kibar seperti bendera.
Ku lihat serombongan anak laki-laki yang sedang turun dari motor. Sepertinya mereka ingin main sepak bola disini. Lalu mereka berjalan menuju bangku yang tidak jauh dari bangku yang aku duduki. Setelah itu mereka bersiap-siap lalu mereka melakukan pemanasan.
“Hai, Ratna. Sedang apa disini?” seseorang menghampiriku. Dia adalah Fauzi.
“Ini lagi duduk-duduk aja. Bosan di rumah,” kataku sambil tersenyum.
“Ooohh... Memangnya kamu gag liburan kemana gitu?”
“Gag. Ryan gag ikut?”
“Gag. Aku main bola dulu ya?” katanya agak kikuk lalu berlari ke arah teman-temannya yang sedang bermain bola.
Aku masih duduk-duduk di pinggir lapangan itu sambil melihat Fauzi dan teman-temannya yang bermain bola. Tetapi belum ada setengah jam mereka sudah kembali ke pinggir lapangan dan berkemas. Aku cuma diam saja. Lalu mereka pun pergi. Tapi Fauzi menghampiriku.
“Gag pulang?” tanyaku saat Fauzi duduk di sampingku.
“Gag. Aku pengen nemenin kamu disini sampai sore habis,” jawab Fauzi sambil memandang jauh ke arah lapangan.
“Aku sebentar lagi mau pulang. Apa kamu tidak menemui Amel?”
“Gag. Buat apa aku nemuin dia?”
“Dia kan pacar kamu,” jawabku.
“Ratna, apa Amel gag pernah bilang kalau dia masih pacaran sama Ari?”
“Gag.”
“Waktu itu aku bohong sama kamu.”
“Maksudnya?”
“Iya. Aku gag pernah pacaran sama Amel. Itu alasan buat aku menjauh dari kamu.”
“Kenapa?” tanyaku bingung.
“Karena Ryan melarangku untuk aku tidak pacaran sama kamu.”
“Hahh?!”
“Maafin aku, Ratna. Aku gag bermaksud menyakiti hatimu. Aku Cuma gag mau Ryan tahu kalau aku juga cinta sama kamu,” kata Fauzi sambil meraih tanganku.
“Kenapa harus bohong? Aku juga cinta sama kamu, Fauzi. Kamu tahu itu kan?” kataku sambil menatap matanya.
“Jadi?” kata Fauzi membalas pandanganu dengan tersenyum.
“Jadi apa?”
“Jadi kamu mau kan jadi pacarku? Pendampingku, Ratna?” tanya Fauzi.
Sekejap ku peluk Fauzi yang ada di depanku itu. Rasanya bahagia sekali sore ini. Tak terasa air mataku mengalir lalu aku pun berkata, “Iya, aku mau!”
“Kamu belum mandi ya?” tanya Fauzi sambil melepasku.
“Kenapa sich?”
“Pasti belum ya? Bau banget! Cewek jam segini belum mandi,” katanya sambil agak menjauh dariku dan menutup hidungnya.
“Udah tau!”
“Tapi kok bau kringet gini sich! Ihh.. Gue gag mau ahh punya cewek gag pernah mandi kaya gini. Malu!” katanya sambil tertawa.
“Aku udah mandi tau! Wangi parfum nih!” kataku sambil meraih tangan Fauzi untuk ku cubit tetapi malah dia berlari.
“Ratna gag pernah mandi! Ratna gag pernah mandi! Weeeeekkkk!!!” kata Fauzi sambil teriak-teriak lalu menjulurkan lidahnya.
“FAUZI JAHATT!!!” kataku sambil mengejarnya sambil tertawa bersama Fauzi.
Benar-benar sore yang indah! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar