NIKMATNYA MENULIS...\(^.^)/...

Seperti yang telah dijanjikaaaan ... Eng Ing Eeeng... \(^.^)/..

Hahay.. Sayembara Nikmatnya Menulis di buka lagi untuk periode III dari Maret - 31 Juni 2012.

Tema BEBAS, Cerpen Bebas, KOmik Bebas, Narasi Bebas, Puisi Bebas, Lukisan juga boleh, Lagu juga boleh.. Apa aja deh... yang penting ASLI bikinan sendiri

Tulisan dan lagu dalam bentuk file bisa dikirim ke email leaguie@gmail.com atau di note dan tag aku atau ke LA Computer Jl. Kauman No. 3 yaaa..-Kalau Lukisan dan Komik serahkan aja ke saya atau ke LA Computer mbak Inti atau Santi. OKEEEE...

DITUNGGUUU KARYA-KARYA DAHSYATNYAA...MAN JADDA WAJADA!!..SEMANGAATTT!!..(^.^)/..

____________________________________________
Berawal dari keprihatinan saat anak-anak diminta berpendapat tentang sebuah berita atau artikel, atau diminta untuk mendiskripsikan sesuatu, pendapat atau diskripsi itu serasa dangkal dan tidak spesifik. Seorang guru "kurang kerjaan" meminta anak-anak itu untuk membaca buku yang mereka sukai, membaca bebas buku apa saja termasuk komik pokoknya yang mereka sukai, kemudian setiap selesai membaca buku, mereka wajib untuk menuliskan perasaan mereka di note di FB atau di wall guru itu.
http://untukanakbangsa.blogspot.com/2011/11/nikmatnya-membaca.html

Tugas ini akhirnya berkembang, ternyata tulisan anak-anak sangat dahsyat, kemudian kategori tulisan ditambah, selain review buku, anak-anak juga dapat menulis puisi, novel dan cerita pendek dengan tema bebas, bahkan menulis pengalaman buruk mereka saat membaca (inspirasinya karena ada seorang anak yang mengeluh tidak suka membaca apapun)

Untuk lebih menarik, akhirnya dibuatlah semacam sayembara bertajuk Nikmatnya Menulis...\(^.^)/.., tulisan favorit dan terbanyak disimak dan dikomen akan menjadi pertimbangan tersendiri-

Akhirnya penerima award untuk periode II bisa di simak disini http://kemerdekaanmenulis.blogspot.com/2012/01/penerima-award-sayembara-nikmatnya.html

Selasa, 01 Mei 2012

Aska dan Sandra : Cinta / Prestasi ???


Kisah ini, hiks...kisah tragisku yang ternyata bodoh, bodoh karena aku lamaaaa sekali sadar bahwa ternyata ketulusan mendalamku di balas dengan dusta. Bahwa ternyata cintaku yang apa adanya dibalas dengan cintanya yang ada apanya.
Mulanya, aku tak percaya perkataan Mas Faiz, yang bilang kalau dia cuma dekat denganku hanya karena prestasiku, padahal aku benar-benar tulus dengan dirinya. Aku ingat nasihatnya, saat itu dia berkata, “Sandra, mata yang seperti kau punya itu mencerminkan dirimu yang susah jatuh cinta, yang pernah disakiti. Dulu, kamu pernah suka banget sama cowok, tahunan bahkan. Tapi, setelah kalian menjalin hubungan kamu baru sadar kalau ternyata dia nggak seperti yang kamu harapkan. Tapi, jangan khawatir,kamu akan mendapatkan sosok imam yang kamu inginkan suatu saat, jalanmu masih berkelok-kelok”.
Aku tercengang, apa maksud berkelok-kelok? Berkelok kelok berarti masih susah, masih jauh, atau....entahlah. padahal saat itu aku sedang menjalin kedekatan dengan seseorang. Teman sekelasku yang sudah hampir tiga tahun aku kenal. “ Terus Mas, berarti kedekatanku sama Aska gimana?”, akupun spontan bertanya. Dan jawabannya, jawaban yang seharusnya membuat air minum turun ke lambung melalui kerongkongan, justru masuk lewat tenggorokan ke paru-paru. Aku tersedak mendengar ini: ‘’Aska itu dekat denganmu karena prestasimu, bukan karena kamu yang apa adanya”.
“Haaa??? Emang iya gitu Mas??? Terus gimana dong akunya???”, kataku dengan mata yang terbelalak.
“Yaa, kalau kamu berusaha, ya pertahankan aja,sambil kamu tetap tulus sama dia, toh nggak ada salahnya kan?? Tapi, kalau emang kamu nggak mau berusaha, ya tinggalin aja, kasihan kamunya nanti”.
Sejak ‘ramalan’ itu, aku menjadi sering galau. Aku tak bisa menerima kelakuannya yang tidak apa adanya. Tapi aku juga tak mampu mengabaikan perasaan nyaman saat bersamanya. Jika kau jadi aku, apa yang akan kau lakukan?? Aku menjadi sering menangis, sering melamun, dan sering uring-uringan. Aku ingin meninggalkannya, tapi kesanggupanku untuk itu belum seratus persen. Aku istikharah berkali-kali, bersujud juga berkali-kali, berdoa apa lagi. Tapi rasanya, hatiku masih gamang. Duniaku kalut. Kalut gara-gara tingkah ‘pahlawan bertopeng gadungan’, si Aska.
###
Pagi itu, aku putuskan untuk melangkah sebagai Sandra yang mau berusaha. Kan bagaimanapun usaha itu perlu. Sangat perlu. Namun di kelas, aku menjadi Sandra yang tak biasanya. Aku murung hari itu. Mataku serupa dengan mata panda. Teman-teman heran memandangku, tapi aku hanya tersenyum menjawab pertanyaan pertanda kekhawatiran mereka.
Di tempat ini, tempat di mana ada aku dan dia, usaha macam apakah yang harus aku perbuat?? Ketika ku layangkan pertanyaan itu pada diriku sendiri, hanya tanda tanya yang terbang mengelilingi kepalaku, yang semakin lama, semakin berlipat-lipat saja jumlahnya. Aku kembali melamun. Laaaamaaaa. Tenggelam dalam kebingungan yang kronis. Ungguh keadaanku yang miris.
“Sandra...”.
“Eh, iya ada apa?”, Aska sudah berdiri di depanku dengan tumpukan kertas buram dan pena birunya.
“Em..ini ngerjainnya gimana yaa??”
“Mana liat”, dia menyodorkan soal matematika tentang integral subtitusi, aku mencoret-coret jawaban di kertas buramnya sambil memberikan penjelasan soal.
Ketika selesai “Oh...iya, faham, terimakasih ya.. besuk-besuk kalau aku nggak ngerti aku di ajarin lagi ya...”, katanya dengan wajah tanpa dosa.
“Iya, bisa diatur kalau soal itu”, jawabku dengan senyum yang berusaha ku manis-maniskan.
Hatiku sebenarnya sakit, sakit banget. Tapi, demi perasaanku ke dia, okelah...aku berusaha berada di dekatnya dan berada di kapanpun dia butuh. Berbulan bulan aku melakukan hal itu, dan aku terlena melakukannya. Aku selalu tenang berada di dekatnya, dan dia sering membutuhkan bantuanku. Alhamdulillah, otakku agak encer jika di bandingkan dengan teman-teman yang lain, dan alhamdulillah juga, aku merasa hubungan kami layaknya hubungan ikan hiu dan ikan remora, simbiosis mutualisme. Aku bertahan sebagai guru privatnya, bukan sebagai sahabat baiknya. Dan aku merasa senang. Sungguh Sandra yang tolol.
###
Beberapa waktu kemudian, aku tidak lagi merasa menjadi guru privatnya. Kini aku sudah bisa merasakan ketulusannya berhubungan denganku, yaitu ingin menjadikanku sahabat spesialnya. Dia mengutarakan maksudnya kepadaku, dan kusambut baik keinginannya itu. Aku begitu bahagia saat itu. Hubungan kami terjalin indah, kami saling mengisi satu sama lain. Aku menjadi sahabat curhatnya, dan sebaliknya. Di sekolah, kami kerap kali menghabiskan waktu bersama, hingga banyak yang menyangka kami ada apa-apa, tapi aslinya kami hanya menjalin persahabatan yang saaaaangaaatt indah.
###

 
Sampai detik ini, jika mengingat kejadian yang ingin kuurai ini, aku tak sanggup membendung air mataku. Di saat yang indah itu, di saat persahabatan kami serupa dengan persahabatan bintang dan langit malam, tiba-tiba dia mengecewakanku, melempar rasa percayaku, menenggelamkan ketulusan yang selama ini kupertahankan.
Aku paling tidak suka berkawan dengan lelaki yang tidak konsisten pada prinsip dan janjinya, karena itu mengartikan bahwa ia tak mungkin menjadi imam yang baik kelak. Dan Aska melakukannya. Kala itu, aku, Aska, Raka, Lani, Ifa, Raya, dan Malik belajar kelompok di sekolah pada hari minggu. Setelah proses belajar kelompok, kami seperti biasa memberi reward kepada diri kami masing-masing. Aku, Lani, Ifa, dan Raya ramai-ramai ke pasar tradisional di dekat sekolah untuk membeli jajanan : nasi jagung, lupis, pepakan, gorengan. Begitu kami sudah mendapatkan semua jajanan yang akan kami jadikan reward untuk diri kami, aku, Lani, Ifa, dan Raya kembali ke sekolah, sambil membawa serta pesanan ‘bapak-bapak’ yang menjaga keamanan peralatan sekolah kami yang kami tinggal di kantin.
Sesampainya di sekolah, tepatnya di Kantin, aku tiba-tiba merasa sesak melihat apa yang Raka dan Aska lakukan. Malik hanya tersenyum sambil memegang korek api, tanpa rokok, sementara Aska dan Raka dengan asiknya menghisap racun itu. Aku masih tidak habis fikir, komitmen mereka pada diri mereka sendiri mereka langgar hanya dalam jangka waktu satu bulan setelah pengucapannya?? bisa-bisanya mereka lakukan itu. Terutama Aska, selain berjanji kepada dirinya sendiri, dia juga telah berjanji kepadaku, dan karena itu, aku merasa sangat dikhianati. Aska menoleh ke arah kami, dan menatapku sebelum kemudian menunduk dan menatapku lagi ketika aku sudah berada di dekatnya.
“Aku ngrokok-ngrokok dulu ya..biar nggak stress-stress banget belajarnya”, katanya kepadaku tanpa rasa bersalah.
Saat itulah, aku menyadari bahwa keberadaanku selama ini sebagai sahabatnya sama sekali tak berarti. Aku menyadari bahwa bukan aku yang ia butuhkan keberadaannya tetapi, kemampuan dan prestasiku. Aku menyadari, kata sahabat hanya mengkamuflasekan maksudnya untuk menjadikanku guru privatnya. Saat itulah, rasa nyamanku menguap dari palung hatiku. Kepercayaanku hancur, remuk berkeping. Harapanku meleleh, bukan sekadar karena putung rokok yang jahat itu, tapi lebih karena dirinya yang tak bisa memegang komitmennya dengan baik.
Akupun galau lagi, akupun berurai airmata lagi. Bodoh. Sungguh bodohnya diriku ini.
###
Kembali Mas Faiz menjadi tempat curhatku. Oh ya, belum aku jelaskan tentang Mas Faiz. Dia kakak sepupuku yang mewarisi indra ke-enam Kakekku. Dia menjadi konsultan yang baik selama ini, dan ia selalu menjaga privasi dari setiap kisah yang aku ceritakan, sehingga Ayah dan Ibu nggak pernah tau masalah itu.
“Apa udah tenang sekarang Dik??”, smsnya pagi ini setelah kemarin aku coba curhat tentang masalahku kepadanya.
“Alhamdulillah Mas, sudah. Sekarang, pasrah mode on saja deh...”,jawabku.
“Jangan pasrah Dik, berusahalah dengan cara santai, pasrah berarti menyerah, dan menyerah itu bukan dirimu”.
“Hhhhh...entah Mas, dia juga kayaknya udah suka sama orang lain kok Mas, ya sudahlah, biar Allah saja yang menentukan, lagi pula usaha santai saya nggak digubris kok Mas...”.
“Hehe, iya Dik, dari waktu itu kan aku udah pernah bilang sama kamu, tapi kamu baru sekarang bener-bener sadarnya”.
“Ngomong yang mana ya Mas?”
“Prestasi itu lhoo”.
“Oh, iya...hehe dan saya tetap tak mendapatkan ketulusannya”.
“Sabar aja Dik, dan diambil hikmahnya, kamu kan cantik, coba deh tengok kanan kiri kamu, banyak lho yang diem-diem suka sama kamu”, tutur Mas Faiz menenangkan.
Ahaha, Mas Faiz bisa saja. Terimakasih Mas, memang jalan saya masih berkelok-kelok, jadi emang harus sabar. Dan untukmu wahai Aska Arjuna Diningrat, terimakasih atas semuanya. Kamu ‘murid pertamaku’, yang walau mengecewakan, tapi sangat menegarkan. Memang Allah mempunyai banyak cara untuk meningkatkan taraf ketegaran hamba-hambaNya. Terimakasih Yaa Rabb, dan taubatkanlah Aska.
“Selamat menjadi lebih sabar, Sandra Al-Khasa”,kataku kepada diriku sendiri, “semoga istiqomah dengan kesabarannya”, lanjutku.
###

Fauziyah Suci Nurani
XII.IA.1
MAN Salatiga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar