Semburat
cahaya mentari pagi. Menembus jendela kamarku. Membuat mataku silau.
Dan memaksaku untuk bangun. Hoaaah.... Kurentangkan kedua tanganku
keatas dan perlahan kubuka mataku. Jam mejaku menunjukkan pukul 07.00.
“haa??? sudah jam tujuh??”, kubuka mataku lebar-lebar melihat jam pada
meja. Langsung saja, ku turun dari ranjangku dan sambar handuk yang ada
di pojok kamarku. “haah,,selesai”. Kini jam menunjukkan pukul 07.30.
Hari ini aku ada mata kuliah wajib yang harus aku ikuti. Kalau hari ini
aku terlambat, aku pasti akan dikeluarkan.
Lalu, aku berlari menuju garasi mobilku. Dan langsung saja kutancap gas menuju kampus. Tanpa kupedulikan mama yang berteriak-teriak menyuruhku untuk sarapan.
Jalanan pagi ini sudah macet. Aku khawatir kalau sampai kampus nanti aku terlambat. Kupandangi jam tanganku. Waktu terus berjalan.. Tapi mobil-mobil didepanku belum juga bergerak. “haah,,akhirnya jalan juga”. Tanpa ada rasa takut kusalip mobil-mobil yang berjalan didepan mobilku. Bahkan, sampai ada beberapa supir yang marah-marah gara-gara ulahku.
“wooi, mas hati-hati dong sudah gila kau ya?”, maki salah satu supir.
“maaf bang,saya buru-buru”, hanya kata itu yang sempat aku ucapkan saat supir-supir yang lain memarahiku.
Ciiiit....
Rem mendadak kuinjak, karena tiba-tiba ada seorang gadis berjilbab melintas didepan mobilku. “hei mbak kalau nyebrang hati-hati dong”, kataku jengkel. Gadis itu malah tersenyum padaku. Meski aku lihat dia seperti kesakitan.
Kuparkirkan moboilku disamping mobil-mobil yang lain. Tanpa pikir panjang. Ku berlari menuju ruang kelasku. “Sial..pelajaran sudah dimulai”, gerutuku. “Jika aku masuk, aku akan kena marah, bahkan aku langsung dikeluarkan tanpa mendengar penjelasanku” lanjutku. “masuk ga ya?”, gumamku. Tiba-tiba aku mendengar suara. Yang tak lain suara itu berasal dari perutku sendiri. Aku lapar. Sebaiknya kekantin sajalah.
Setibanya dikantin. Langsung ku pesan satu porsi nasi goreng lengkap dengan telur dan esteh favoritku. Pagi ini kantin masih sepi. Ya. Secara ini kan belum jam istirahat. Tiba-tiba mataku tertuju pada seorang gadis berjilbab sedang membantu bu Marni menyiapkan pesananku. “sepertinya aku pernah melihat gadis itu”, pikirku. “bukannya gadis itu yang hampir aku tabrak tadi pagi?”, tanyaku dalam hati. Kedatangan bu Marni membuyarkan lamunanku.
“pagi-pagi kok sudah ngalamun to mas, apalagi belum sarapan, nanti kesambet hlo..”, kata bu Marni sambil meletakkan nasi goreng dan esteh di hadapan ku.
“ah,, ibu ini ada-ada saja”, jawabku mengalak.
“ya sudah, dimakan dulu nasinya, nanti keburu dingin nggak enak”, kata bu Marni sambil berlalu meninggalkan ku.
“makasih bu,,”, jawabku pendek.
Kusantap nasi gorengku dengan lahap. Aku jadi seperti anak yang sudah tidak makan seharian penuh. Hah. Kini perutku sudah terisi. Sebentar lagi jamnya istirahat. Lebih baik aku menunggu teman-temanku disini.
Teng...teng... teng...
Lonceng tanda istirahat sudah dibunyikan. Tak lama kemudian kantin menjadi ramai. Diserbu para mahasiswa yang kelaparan. Yang belum menyempatkan diri untuk sarapan tadi pagi.
Aku terjaga dari lamunanku karena tiba-tiba salah seorang sahabatku memukul meja yang ada di hadapan ku.
“hey Rizal, kamu tadi nggak masuk kenapa? Telat ya?”, tanya Ivan, salah satu sahabatku yang paling usil di banding dengan yang lain.
“iya, soalnya tadi malam aku keasyikan maen game, sampai lupa waktu, jadi telat deh bangunnya”, ceritaku
“salah siapa main game nggak ngajak aku, jadi telat kan??”, ledek Ivan sambil minum estehnya.
“yeee,, kamu ini..”, ku pukul tangan Ivan sampai dia terbatuk-batuk. Eh kamu tahu cewek cakep berjilbab yang sedang membantu bu Marni itu nggak? Kayaknya anak baru deh, soalnya aku belum pernah lihat sabelumnya,”,lanjut ku.
“cewek yang mana??”, Ivan mencari-cari cewek yang aku maksud. “ooh yang itu”, Ivan kembali minum.
“iya, kamu tahu siapa dia?”, tanya ku ingin tahu.
“ya tahu dong, salah sendiri kemarin nggak berangkat, jadi nggak tahu deh.”, ledek Ivan lagi. “dia itu anaknya bu Marni yang dari pondok itu tuh, aku sudah kenalan hlo” jelasnya.
“oh ya? Wah hebat dong, namanya siapa??” tanyaku lagi.
“eemm,, kasih tahu gak ya? Kasih tahu deh,,! Namanya Mei, katanya sebentar lagi dia juga akan sekolah disini, jadi nggak cuma ngebantuin ibunya doang!”, tambah Ivan.
“wah,, bagus dong...” jawabku tersenyum.
Kami berdua pun semakin larut dengan cerita kami tentang Mei, anak bu Marni.
*****
Hari sudah siang, kini saaatnya aku kembali ke rumah. Memang aku berbeda dari cowok-cowok lain, yang suka main keliling kota, menggandeng cewek-ceweknya.
Sesampainya di rumah. Seperti biasa. Rumah selalu sepi. Hanya ada bik Yanti di rumah. Karena papa dan mama sudah pergi ke kantor dari tadi pagi. Dan paling-paling pulang juga malam. Bosan sebenarnya. Karena hanya duduk dan main game. Setiap hari. Itu pun kalau tidak ada tugas. Kalau lagi banyak tugas, aku hanya duduk di depan komputer, berjam-jam. Sampai aku lupa mengurus diriku. Dan aku jatuh sakit. Senangnya kejadian itu tidak terulang lagi. Karena ada bik Yanti yang selalu mengingatkan ku untuk tidak terlambat makan. Seperti tadi pagi, mama sampai berteriak-teriak menyuruhku sarapan. Mama sangat khawatir dan tidak mau aku sakit lagi.
Hari ini tidak banyak tugas dari kampus. Jadi aku tidak terlalu sibuk. Main game adalah kebiasaan ku sepulang dari kampus. Seperti yang aku lakukan saat ini. Bisa dibilang aku adalah salah satu cowok kuper, dari sahabat-sahabat ku yang lain. Yang sukanya menggoda cewek-cewek cantik yang lewat di depan basecamp kami. Bisa dibilang juga aku anak rumahan. Ya. Karena dihari-hari biasa pulang dari kampus aku langsung menuju rumah. Sekarang aku jarang kumpul sama sahabat-sahabat d basecamp. Paling-paling kalau hari minggu saja. Ya. Karena hari itu semuanya libur. Jadi saat kumpul jadi seru.
Di tengah-tengah keseruanku main game, tiba-tiba muncul dihadapan ku bayangan wanita cantik berjilbab. Ah. Aku heran kenapa dia tiba-tiba muncul di hadapan ku. Pun aku baru melihatnya tadi pagi. Dan itu tidak sengaja. “apa ini cinta?”, tanyaku dalam hati. Memang belum pernah aku mengalami perasaan yang satu ini. Pernah aku jatuh cinta dengan cewek, satu kelasku. Itu pun 2 tahun yang lalu. Saat aku masih kelas 2 SMA. Dan cinta itu hilang tiba-tiba saat aku tahu dia sudah dimiliki oleh cowok lain. Aku sempat merasa sakit hati. Tapi ya sudahlah itu masa lalu. "ah kenapa aku jadi memikirkan kejadian itu lagi". aku kembali melanjutkan permainan ku yang sempat kalah, gara-gara lamunan ku tadi.
*****
Hari ini sebenarnya aku tidak ada kuliah pagi. Tapi entah kenapa, aku ingin berangkat pagi ini. Aku ingin mengulang kejadian pagi hari kemarin di kantin. Ya. Entah kenapa aku sangat ingin bertemu wanita itu. Langsung saja aku menuju ruang makan dan berpamitan dengan mama dan papa.
“ma, pa, aku berangkat dulu ya,,” pamitku dengan mencium punggung tangan mereka.
“hlo, nggak sarapan dulu, nanti kalaau kamu sakit gimana?” khawatir mama.
“emm, nggak usah ma, nanti saja di kantin, lagian aku sudah hampir telat nih,” jawab ku. “kalau begitu aku duluan ya ma, pa,,” aku berlari menuju mobil ku.
“hati-hati ya..”
Langsung saja, ku tancap gas menuju kampus. Tapi kali ini aku tidak terlalu ngebut. Ya. Karena tidak ada kuliah pagi, hari ini.
Sesampainya di kampus. Tempat pertama yang ingin aku tuju adalah kantin. Ya. Disanalah aku bisa bertemu dengan gadis yang selalu membayangi pikiran ku.
Di kantin. Seperti biasa, aku memesan nasi goreng lengkap dengan telur dan esteh.
Pagi ini Mei terlihat cantik. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Jantungku berdetak kencang saat aku tahu yang mengantarkan makananku adalah Mei. “silahkan mas,” perintahnya kepadaku dengan senyumnya yang manis. Aku tidak bisa berkata apa-apa. “terimakasih”. Hanya kata itu yang keluar dari mulutku.
Tiba-tiba saja Ivan datang memecahkan suasana romantis ku pagi ini.
“hey,, ngapai kamu berangkat pagi ini, bukannya pagi ini kamu nggak ada kuliah pagi ya??” tegur Ivan. “ooh, aku tahu, pasti kamu mau ketemu Mei kan?” bisiknya di telinga ku. Aku tidak bisa menjawab apa-apa. Aku hanya tersenyum. Dan melanjutkan makanku.
“eh Zal, mata kamu itu nggak bisa bohong, kamu suka kan sama Mei? Kenapa nggak kamu dekati saja dia? Siapa tahu dia juga punya rasa yang sama dengan mu”.
Kata-kata Ivan membuatku semakin bergetar. Mungkain Ivan benar. Aku harus mendeketi Mei. Tapi aku takut. Malu.
“hey, kok malah ngelamun sih,, kalau kamu mau dekati men, jangan biarkan cowok lain mendahuluimu. Semangat men, kamu pasti dapet kok, yakin saja,!” kata Ivan meyakinkanku. Dan langsung saja pergi meninggalkan ku.
Jam tangan ku sudah menunjukkan pukul 13.00. Sudah saatnya aku menuju ke kelas. Di kelas aku hanya termenung memikirkan kata-kata Ivan pagi tadi. Memang benar apa yang dikatakan Ivan. Sudah seharusnya aku menyatakan perasaanku pada Mei. Siang nanti, setelah pelajaran ini usai, rencananya aku akan menemui Mei.
Teng… teng… teng…
Jam pelajaran sudah berakhir. Kini saatnya aku menemui Mei. Di kantin. Ya. Disanalah aku akan mengungkapkan perasaanku kepadanya. Aku sangat berharap dia memiliki rasa yang sama denganku. Entah kenapa keinginanku untuk menemui Mei semakin menggebu. Di kantin. Ku lihat Mei sedang sibuk membantu bu Marni membereskan barang-barang di dapur kantin. Sebaiknya aku menunggu di sini saja. Pun dia juga akan lewat sini. Aku duduk dibangku taman dekat kantin.
Tak lama kemudian, Mei dan bu Marni berjalan melewatiku. Tanpa rasa ragu, aku menghentikan langkah mereka.
“eh,, maaf, bisa bicara sebentar..?” kataku menghentikan langkah mereka. Dan aku berlari menuju mereka. Tanpa aku minta, bu Marni pergi meninggalkan kuami berdua. Huh. Keringat dinginku keluar dari pori-pori tubuhku saat aku dekat dengan Mei.
“duduk disitu yuk,,?” ajakku menuju salah satu bangku panjang di taman. Dan disitulah untuk pertama kalinya aku mndengar suara Mei dari dekat.
“sebenarnya, ada perlu apa sih,,? Kok kelihatannya serius banget,,?” kata Mei mengawali pembicaraan.
“emm, sebelumnya … aku minta maaf, atas kejadian pagi itu, yang hampir membuat kamu….” Belum selesai aku bicara Mei sudah memotong.
“ah, sudahlah, jangan dipikirkan lagi, toh aku juga nggak kenapa-kenapa kok,,” sambung Mei.
“oke,, oke,, sekali lagi aku minta maaf, dan hari ini, pada jam ini, aku mau ngomongin sesuatu yang serius sama kamu”.
“ngomong aja mas, nggak usah sungkan,,,?”
“eh, biasa aja dong manggilnya, nggak usah pake mas-mas gitu. Oh ya, kenalin aku Rizal.” Kataku sambil mengulurkan tanganku. Karena saking semangatnya sampai-sampai aku lupa memperkenalkan diriku. Dan Mei malah senyum-senyum melihat tingkahku tadi. Dan senyumannya menambah keringat dinginku mengucur semakin deras.
“begini….sebenarnya….e….e….sebenarnya….aku…aku…” susah sekali ku mengungkapkannya.
“kamu ini mau ngomong apa sih,,? Kok kelahatannya susah banget gitu”
“oh,ya, begini, semenjak aku bertemu kamu pada pagi itu, aku merasakan ada sesuatu yang aneh pada diriku. Setiap harinya, aku selalu kepikiran kamu. Dan setiap ketemu kamu di kantin, perasaanku semakin tak karuan, mungkin…mungkin…aku…aku….jatuh cinta sama kamu,,” ah. Lega rasanya. Akhirnya aku bisa mengungkapkan perasaanku. Meski terbata-bata dan kelihatan banyak salah tingkah. Hah. Ku tarik nafas dalam-dalam untuk menghilangkan kegugupanku di depan Mei. Dan aku lihat Mei menunduk dengan senyumnya yang manis itu.
“aku tidak tahu harus berkata apa,,? Aku sangat berterimakasih atas keberanianmu saat ini. Dan seandainya kamu tahu…..?!” Mei menghentikan bicaranua dan kembali menunduk. Aku yakin Mei pasti memiliki rasa yang sama denganku.
Mei melirik jam di tangannya,”emmm, aku harus pergi,, permisi,,” lanjutnya dan langsung berlari meninggalkanku. Dan kata-katanya tadi membuat aku semakin penasaran. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya ingin dia katakan.
*****
Pagi ini di kampus, aku merasa ada sesuatu yang beda dariku. Entah apa yang membuat perbedaan itu. Aku tidak tahu. Dan pgi ini ingin sekali akubertemu dengan Ivan dan menceritakan semua kejadian yang aku alami kemarin.
“Van,,,” aku mendekati Ivan yang sedang mengerjakan tugasnya.
“ada apa, kok sepertinya seneng banget gitu,,?” Tanya Ivan.
“iya nich,,” aku mengawali cerita, “kamu tahu nggak, kemarin aku ngobrol sama Mei, dan aku certain semua perasaanku ke dia”
“truss, reaksi dia gimana,,?”
“ya,, aku sih belum tahu pasti, tapi kalau dilihat dari cara dia bicara, sepertinya iya,,” jelasku.
“wah,, bagus dong,, siip,,,” jawab Ivansingkat dan kembali melanjutkan menulisnya. Aku pun hanya tersenyum.
*****
Sudah lama aku tidak melihat wajah cantik Mei. Mungkin itu karena kesibukanku di kampus. Dan hari ini ingin rasanya aku menemuinya lagi dan menanyakan apa yang sebenarnya ingin ia katakan pada waktu itu. Langsung saja aku menuju kantin. Mungkin dia sedang membantu ibunya di sana.
Sesampainya di kantin. Aku tidak melihat Mei di sana.”dimana Mei ya,,?” tanyaku dalan hati. “aku Tanya bu Marni sajalah, kan beliau ibunya, pasti tahu dong dimana anaknya,,” lanjutku. Dan aku langsung pergi menemui bu Marni.
“eh, nak Rizal,, mau makan nasi goreng lagi,,?” Tanya bu Marni mendahuluiku.
“enggak kok bu, aku kesini cuma mau Tanya, Meinya kok nggak kelihatan, kira-kira dia kemana ya bu,,?” jawabku tanpa ada rasa sungkan.
“oh, kirain ada apa,, Meinya lagi di mushola tadi. Ngomong-ngomong kok tumben nak Rizal nanyain Mei? Kangen ya,,? Atau nak rizal suka ya sama Mei?” goda bu Marni membuatku senyum-senyum salah tingkah.
“ah, ibu ini ada-ada saja,,” jawabku mengelak walau sebenarnya memang iya.
“halah, nak Rizal itu nggak usah bohong, Mei sendiri kok yang bilang, kalau nak Rizal itu suka sama Mei, iya to,? Yang waktu itu hlo, masa nak Rizal sudah lupa.” Cerita bu Marni. “kalau toh memang iya juga nggak papa kok, toh sebenarnya Mei juga….suka sama nak Rizal.” Lanjutnya.
Aku tidak percaya, ternyata..”yang benar bu..?” tanyaku.
“iya, Mei sendiri kok yang bilang sama ibu.” Jawabnya sambil meracik makanan.
“emm, ya sudah kalau begitu bu, makasih atas infonya, saya pamit dulu, permisi.” Pamitku.
“iya sama-sama nak, segera Mei ya, biar jelas,,” kata bu Marni.
Aku tersenyum mengangguk menyetujui apa yang dikatakan bu Marni. Sebelum aku menemui Mei, sebaiknya aku temui Ivan terlebih dahulu.tapi kali ini aku tidak beruntung, karena Ivan sudah pulang sejak tadi. Tanpa rasa ragu dan takut aku menemui Mei di mushola.
Kulihat dari jauh Mei sudah selesai sholat dan sebentar lagi Mei keluar.
“hai Mei,” tegurku saat Mei berjalan melewatiku. “bisa bicara sebentar nggak?” pintaku.
“boleh tapi sebentar saja ya, aku nggak enak sama ibu,” jawabnya menyetujui permintaanku.
“begini, sebenarnya, tujuanku menemui kamu adalah, aku ingin menanyakan apa yang apa yang ingin kamu ucapkan pada waktu itu, tapi sebelum aku menemui kamu, tadi aku sempat menemui ibu kamu dulu, dan…” belum selesai aku bicara Mei sudah memotong.
“maafkan ibuku, jika cerita ibuku membuat kamu,,,,” katanya menggantung.
“emmm, bukan begitu maksudku, aku malah senang kok, dan dengan begitu aku jadi tahu kalau kamu…”
“eh, maaf,, aku permisi dulu,,” kata Mei dan berlalu meninggalkanku.
‘ah lagi-lagi itu yang dikatakan, tapi taka pa, mungkin dia malu karena aku sudah mengetahuinya.
Di kantin ku lihat Mei tampak begitu kesal karena ibunya sudah menceritakan semua kepada Rizal.
“bu, kenapa ibu menceritakan semua kepada Rizal? Kan aku malu bu,,” keluh Mei.
“ya nggak papa to nduk, karena dengan begitu kalian jadi cepat jadian dan pacaran gitu hlo,,” jawab bu Marni santai.
“ah, ibu ini,,,” Mei menghentikan bicaranya, karena Mei melihat Rizal berada di dekat mereka. Dan ternyata bu Marni juga melihat kedatangan Rizal lalu memanggilnya.
“nak Rizal,, sini,,” bu Marni melambaikan tangannya pada Rizal.
“ada apa bu,,?” Rizal melirik Mei yang pura-pura sedang sibuk.
“ini hlo nak Rizal, Mei mau ngomong sesuatu.” Kata bu Marni dan membuat Mei kaget.
“ibu,,,” Mei memelototi ibunya, seolah-olah tidak setuju dengan perkataan ibunya.
“ayolah,, cerita domg, biar aku nggak penasaran nih,,” desak Rizal.
Mei menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan. Setelah ketenangan didapat, Mei mulai bicara. Dan Rizal pun tidak sabar, ingin mendengar jawaban langsung dari mulut Mei.
“Rizal…”
“iya…”
“sebenarnya…aku juga suka sama kamu…” kata Mei akhirnya.
Aku tersenyum senang karena ternyata Mei juga punya rasa yang sama kepada ku. Dan dugaan ku selama ini benar.
“jadi….maukah kamu mendampingiku,,??” pintaku.
Mei tersenyum mengangguk.
Tiba-tiba saja ku dengar suara teropet dan tepuk tangan dari mahasiswa-mahasiswa lain yang tanpa disadari mereka menguping pembicaraan antara aku dan Mei. Dan semua itu tidak lepas dari kerjasama antara Ivan dan bu Marni, tanpa sepengetahuanku dan Mei.mereka semua ikut bahagia atas kebehagiaan yang aku dan Mei rasakan.
Tanpa berpikir panjang Ivan langsung menubruk Rizal yang sedari tadi senyum-senyum keheranan.
“selamat ya kawan,, apa ku bilang kamu bisa mendapatkannya, dan buktinya,, saat ini,” kata Ivan sambil menepuk-nepuk bahuku.
“makasih sobat, semua ini berkat bantuan mu.” Kata ku membalas menepuk bahu Ivan. Mei tersenyum melihat tingkah dua sahabat ini.
“dan untuk merayakan hari jadiannya Rizal dan Mei, mari kita makan-makan,,,,” teriak Ivan mengumumkan.
Dan hari ini adalah hari bahagia bagi semua. Terutama Rizal dan Mei.
By:
Dewi Woro Ambarsari / XII.IB
Lalu, aku berlari menuju garasi mobilku. Dan langsung saja kutancap gas menuju kampus. Tanpa kupedulikan mama yang berteriak-teriak menyuruhku untuk sarapan.
Jalanan pagi ini sudah macet. Aku khawatir kalau sampai kampus nanti aku terlambat. Kupandangi jam tanganku. Waktu terus berjalan.. Tapi mobil-mobil didepanku belum juga bergerak. “haah,,akhirnya jalan juga”. Tanpa ada rasa takut kusalip mobil-mobil yang berjalan didepan mobilku. Bahkan, sampai ada beberapa supir yang marah-marah gara-gara ulahku.
“wooi, mas hati-hati dong sudah gila kau ya?”, maki salah satu supir.
“maaf bang,saya buru-buru”, hanya kata itu yang sempat aku ucapkan saat supir-supir yang lain memarahiku.
gabriella-quinn.blogspot.com |
Rem mendadak kuinjak, karena tiba-tiba ada seorang gadis berjilbab melintas didepan mobilku. “hei mbak kalau nyebrang hati-hati dong”, kataku jengkel. Gadis itu malah tersenyum padaku. Meski aku lihat dia seperti kesakitan.
Kuparkirkan moboilku disamping mobil-mobil yang lain. Tanpa pikir panjang. Ku berlari menuju ruang kelasku. “Sial..pelajaran sudah dimulai”, gerutuku. “Jika aku masuk, aku akan kena marah, bahkan aku langsung dikeluarkan tanpa mendengar penjelasanku” lanjutku. “masuk ga ya?”, gumamku. Tiba-tiba aku mendengar suara. Yang tak lain suara itu berasal dari perutku sendiri. Aku lapar. Sebaiknya kekantin sajalah.
Setibanya dikantin. Langsung ku pesan satu porsi nasi goreng lengkap dengan telur dan esteh favoritku. Pagi ini kantin masih sepi. Ya. Secara ini kan belum jam istirahat. Tiba-tiba mataku tertuju pada seorang gadis berjilbab sedang membantu bu Marni menyiapkan pesananku. “sepertinya aku pernah melihat gadis itu”, pikirku. “bukannya gadis itu yang hampir aku tabrak tadi pagi?”, tanyaku dalam hati. Kedatangan bu Marni membuyarkan lamunanku.
“pagi-pagi kok sudah ngalamun to mas, apalagi belum sarapan, nanti kesambet hlo..”, kata bu Marni sambil meletakkan nasi goreng dan esteh di hadapan ku.
“ah,, ibu ini ada-ada saja”, jawabku mengalak.
“ya sudah, dimakan dulu nasinya, nanti keburu dingin nggak enak”, kata bu Marni sambil berlalu meninggalkan ku.
“makasih bu,,”, jawabku pendek.
Kusantap nasi gorengku dengan lahap. Aku jadi seperti anak yang sudah tidak makan seharian penuh. Hah. Kini perutku sudah terisi. Sebentar lagi jamnya istirahat. Lebih baik aku menunggu teman-temanku disini.
Teng...teng... teng...
Lonceng tanda istirahat sudah dibunyikan. Tak lama kemudian kantin menjadi ramai. Diserbu para mahasiswa yang kelaparan. Yang belum menyempatkan diri untuk sarapan tadi pagi.
Aku terjaga dari lamunanku karena tiba-tiba salah seorang sahabatku memukul meja yang ada di hadapan ku.
“hey Rizal, kamu tadi nggak masuk kenapa? Telat ya?”, tanya Ivan, salah satu sahabatku yang paling usil di banding dengan yang lain.
“iya, soalnya tadi malam aku keasyikan maen game, sampai lupa waktu, jadi telat deh bangunnya”, ceritaku
“salah siapa main game nggak ngajak aku, jadi telat kan??”, ledek Ivan sambil minum estehnya.
“yeee,, kamu ini..”, ku pukul tangan Ivan sampai dia terbatuk-batuk. Eh kamu tahu cewek cakep berjilbab yang sedang membantu bu Marni itu nggak? Kayaknya anak baru deh, soalnya aku belum pernah lihat sabelumnya,”,lanjut ku.
“cewek yang mana??”, Ivan mencari-cari cewek yang aku maksud. “ooh yang itu”, Ivan kembali minum.
“iya, kamu tahu siapa dia?”, tanya ku ingin tahu.
“ya tahu dong, salah sendiri kemarin nggak berangkat, jadi nggak tahu deh.”, ledek Ivan lagi. “dia itu anaknya bu Marni yang dari pondok itu tuh, aku sudah kenalan hlo” jelasnya.
“oh ya? Wah hebat dong, namanya siapa??” tanyaku lagi.
“eemm,, kasih tahu gak ya? Kasih tahu deh,,! Namanya Mei, katanya sebentar lagi dia juga akan sekolah disini, jadi nggak cuma ngebantuin ibunya doang!”, tambah Ivan.
“wah,, bagus dong...” jawabku tersenyum.
Kami berdua pun semakin larut dengan cerita kami tentang Mei, anak bu Marni.
*****
Hari sudah siang, kini saaatnya aku kembali ke rumah. Memang aku berbeda dari cowok-cowok lain, yang suka main keliling kota, menggandeng cewek-ceweknya.
Sesampainya di rumah. Seperti biasa. Rumah selalu sepi. Hanya ada bik Yanti di rumah. Karena papa dan mama sudah pergi ke kantor dari tadi pagi. Dan paling-paling pulang juga malam. Bosan sebenarnya. Karena hanya duduk dan main game. Setiap hari. Itu pun kalau tidak ada tugas. Kalau lagi banyak tugas, aku hanya duduk di depan komputer, berjam-jam. Sampai aku lupa mengurus diriku. Dan aku jatuh sakit. Senangnya kejadian itu tidak terulang lagi. Karena ada bik Yanti yang selalu mengingatkan ku untuk tidak terlambat makan. Seperti tadi pagi, mama sampai berteriak-teriak menyuruhku sarapan. Mama sangat khawatir dan tidak mau aku sakit lagi.
Hari ini tidak banyak tugas dari kampus. Jadi aku tidak terlalu sibuk. Main game adalah kebiasaan ku sepulang dari kampus. Seperti yang aku lakukan saat ini. Bisa dibilang aku adalah salah satu cowok kuper, dari sahabat-sahabat ku yang lain. Yang sukanya menggoda cewek-cewek cantik yang lewat di depan basecamp kami. Bisa dibilang juga aku anak rumahan. Ya. Karena dihari-hari biasa pulang dari kampus aku langsung menuju rumah. Sekarang aku jarang kumpul sama sahabat-sahabat d basecamp. Paling-paling kalau hari minggu saja. Ya. Karena hari itu semuanya libur. Jadi saat kumpul jadi seru.
Di tengah-tengah keseruanku main game, tiba-tiba muncul dihadapan ku bayangan wanita cantik berjilbab. Ah. Aku heran kenapa dia tiba-tiba muncul di hadapan ku. Pun aku baru melihatnya tadi pagi. Dan itu tidak sengaja. “apa ini cinta?”, tanyaku dalam hati. Memang belum pernah aku mengalami perasaan yang satu ini. Pernah aku jatuh cinta dengan cewek, satu kelasku. Itu pun 2 tahun yang lalu. Saat aku masih kelas 2 SMA. Dan cinta itu hilang tiba-tiba saat aku tahu dia sudah dimiliki oleh cowok lain. Aku sempat merasa sakit hati. Tapi ya sudahlah itu masa lalu. "ah kenapa aku jadi memikirkan kejadian itu lagi". aku kembali melanjutkan permainan ku yang sempat kalah, gara-gara lamunan ku tadi.
*****
Hari ini sebenarnya aku tidak ada kuliah pagi. Tapi entah kenapa, aku ingin berangkat pagi ini. Aku ingin mengulang kejadian pagi hari kemarin di kantin. Ya. Entah kenapa aku sangat ingin bertemu wanita itu. Langsung saja aku menuju ruang makan dan berpamitan dengan mama dan papa.
“ma, pa, aku berangkat dulu ya,,” pamitku dengan mencium punggung tangan mereka.
“hlo, nggak sarapan dulu, nanti kalaau kamu sakit gimana?” khawatir mama.
“emm, nggak usah ma, nanti saja di kantin, lagian aku sudah hampir telat nih,” jawab ku. “kalau begitu aku duluan ya ma, pa,,” aku berlari menuju mobil ku.
“hati-hati ya..”
Langsung saja, ku tancap gas menuju kampus. Tapi kali ini aku tidak terlalu ngebut. Ya. Karena tidak ada kuliah pagi, hari ini.
Sesampainya di kampus. Tempat pertama yang ingin aku tuju adalah kantin. Ya. Disanalah aku bisa bertemu dengan gadis yang selalu membayangi pikiran ku.
Di kantin. Seperti biasa, aku memesan nasi goreng lengkap dengan telur dan esteh.
Pagi ini Mei terlihat cantik. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Jantungku berdetak kencang saat aku tahu yang mengantarkan makananku adalah Mei. “silahkan mas,” perintahnya kepadaku dengan senyumnya yang manis. Aku tidak bisa berkata apa-apa. “terimakasih”. Hanya kata itu yang keluar dari mulutku.
Tiba-tiba saja Ivan datang memecahkan suasana romantis ku pagi ini.
“hey,, ngapai kamu berangkat pagi ini, bukannya pagi ini kamu nggak ada kuliah pagi ya??” tegur Ivan. “ooh, aku tahu, pasti kamu mau ketemu Mei kan?” bisiknya di telinga ku. Aku tidak bisa menjawab apa-apa. Aku hanya tersenyum. Dan melanjutkan makanku.
“eh Zal, mata kamu itu nggak bisa bohong, kamu suka kan sama Mei? Kenapa nggak kamu dekati saja dia? Siapa tahu dia juga punya rasa yang sama dengan mu”.
Kata-kata Ivan membuatku semakin bergetar. Mungkain Ivan benar. Aku harus mendeketi Mei. Tapi aku takut. Malu.
“hey, kok malah ngelamun sih,, kalau kamu mau dekati men, jangan biarkan cowok lain mendahuluimu. Semangat men, kamu pasti dapet kok, yakin saja,!” kata Ivan meyakinkanku. Dan langsung saja pergi meninggalkan ku.
Jam tangan ku sudah menunjukkan pukul 13.00. Sudah saatnya aku menuju ke kelas. Di kelas aku hanya termenung memikirkan kata-kata Ivan pagi tadi. Memang benar apa yang dikatakan Ivan. Sudah seharusnya aku menyatakan perasaanku pada Mei. Siang nanti, setelah pelajaran ini usai, rencananya aku akan menemui Mei.
Teng… teng… teng…
Jam pelajaran sudah berakhir. Kini saatnya aku menemui Mei. Di kantin. Ya. Disanalah aku akan mengungkapkan perasaanku kepadanya. Aku sangat berharap dia memiliki rasa yang sama denganku. Entah kenapa keinginanku untuk menemui Mei semakin menggebu. Di kantin. Ku lihat Mei sedang sibuk membantu bu Marni membereskan barang-barang di dapur kantin. Sebaiknya aku menunggu di sini saja. Pun dia juga akan lewat sini. Aku duduk dibangku taman dekat kantin.
Tak lama kemudian, Mei dan bu Marni berjalan melewatiku. Tanpa rasa ragu, aku menghentikan langkah mereka.
“eh,, maaf, bisa bicara sebentar..?” kataku menghentikan langkah mereka. Dan aku berlari menuju mereka. Tanpa aku minta, bu Marni pergi meninggalkan kuami berdua. Huh. Keringat dinginku keluar dari pori-pori tubuhku saat aku dekat dengan Mei.
“duduk disitu yuk,,?” ajakku menuju salah satu bangku panjang di taman. Dan disitulah untuk pertama kalinya aku mndengar suara Mei dari dekat.
“sebenarnya, ada perlu apa sih,,? Kok kelihatannya serius banget,,?” kata Mei mengawali pembicaraan.
“emm, sebelumnya … aku minta maaf, atas kejadian pagi itu, yang hampir membuat kamu….” Belum selesai aku bicara Mei sudah memotong.
“ah, sudahlah, jangan dipikirkan lagi, toh aku juga nggak kenapa-kenapa kok,,” sambung Mei.
“oke,, oke,, sekali lagi aku minta maaf, dan hari ini, pada jam ini, aku mau ngomongin sesuatu yang serius sama kamu”.
“ngomong aja mas, nggak usah sungkan,,,?”
“eh, biasa aja dong manggilnya, nggak usah pake mas-mas gitu. Oh ya, kenalin aku Rizal.” Kataku sambil mengulurkan tanganku. Karena saking semangatnya sampai-sampai aku lupa memperkenalkan diriku. Dan Mei malah senyum-senyum melihat tingkahku tadi. Dan senyumannya menambah keringat dinginku mengucur semakin deras.
“begini….sebenarnya….e….e….sebenarnya….aku…aku…” susah sekali ku mengungkapkannya.
“kamu ini mau ngomong apa sih,,? Kok kelahatannya susah banget gitu”
“oh,ya, begini, semenjak aku bertemu kamu pada pagi itu, aku merasakan ada sesuatu yang aneh pada diriku. Setiap harinya, aku selalu kepikiran kamu. Dan setiap ketemu kamu di kantin, perasaanku semakin tak karuan, mungkin…mungkin…aku…aku….jatuh cinta sama kamu,,” ah. Lega rasanya. Akhirnya aku bisa mengungkapkan perasaanku. Meski terbata-bata dan kelihatan banyak salah tingkah. Hah. Ku tarik nafas dalam-dalam untuk menghilangkan kegugupanku di depan Mei. Dan aku lihat Mei menunduk dengan senyumnya yang manis itu.
“aku tidak tahu harus berkata apa,,? Aku sangat berterimakasih atas keberanianmu saat ini. Dan seandainya kamu tahu…..?!” Mei menghentikan bicaranua dan kembali menunduk. Aku yakin Mei pasti memiliki rasa yang sama denganku.
Mei melirik jam di tangannya,”emmm, aku harus pergi,, permisi,,” lanjutnya dan langsung berlari meninggalkanku. Dan kata-katanya tadi membuat aku semakin penasaran. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya ingin dia katakan.
*****
Pagi ini di kampus, aku merasa ada sesuatu yang beda dariku. Entah apa yang membuat perbedaan itu. Aku tidak tahu. Dan pgi ini ingin sekali akubertemu dengan Ivan dan menceritakan semua kejadian yang aku alami kemarin.
“Van,,,” aku mendekati Ivan yang sedang mengerjakan tugasnya.
“ada apa, kok sepertinya seneng banget gitu,,?” Tanya Ivan.
“iya nich,,” aku mengawali cerita, “kamu tahu nggak, kemarin aku ngobrol sama Mei, dan aku certain semua perasaanku ke dia”
“truss, reaksi dia gimana,,?”
“ya,, aku sih belum tahu pasti, tapi kalau dilihat dari cara dia bicara, sepertinya iya,,” jelasku.
“wah,, bagus dong,, siip,,,” jawab Ivansingkat dan kembali melanjutkan menulisnya. Aku pun hanya tersenyum.
*****
Sudah lama aku tidak melihat wajah cantik Mei. Mungkin itu karena kesibukanku di kampus. Dan hari ini ingin rasanya aku menemuinya lagi dan menanyakan apa yang sebenarnya ingin ia katakan pada waktu itu. Langsung saja aku menuju kantin. Mungkin dia sedang membantu ibunya di sana.
Sesampainya di kantin. Aku tidak melihat Mei di sana.”dimana Mei ya,,?” tanyaku dalan hati. “aku Tanya bu Marni sajalah, kan beliau ibunya, pasti tahu dong dimana anaknya,,” lanjutku. Dan aku langsung pergi menemui bu Marni.
“eh, nak Rizal,, mau makan nasi goreng lagi,,?” Tanya bu Marni mendahuluiku.
“enggak kok bu, aku kesini cuma mau Tanya, Meinya kok nggak kelihatan, kira-kira dia kemana ya bu,,?” jawabku tanpa ada rasa sungkan.
“oh, kirain ada apa,, Meinya lagi di mushola tadi. Ngomong-ngomong kok tumben nak Rizal nanyain Mei? Kangen ya,,? Atau nak rizal suka ya sama Mei?” goda bu Marni membuatku senyum-senyum salah tingkah.
“ah, ibu ini ada-ada saja,,” jawabku mengelak walau sebenarnya memang iya.
“halah, nak Rizal itu nggak usah bohong, Mei sendiri kok yang bilang, kalau nak Rizal itu suka sama Mei, iya to,? Yang waktu itu hlo, masa nak Rizal sudah lupa.” Cerita bu Marni. “kalau toh memang iya juga nggak papa kok, toh sebenarnya Mei juga….suka sama nak Rizal.” Lanjutnya.
Aku tidak percaya, ternyata..”yang benar bu..?” tanyaku.
“iya, Mei sendiri kok yang bilang sama ibu.” Jawabnya sambil meracik makanan.
“emm, ya sudah kalau begitu bu, makasih atas infonya, saya pamit dulu, permisi.” Pamitku.
“iya sama-sama nak, segera Mei ya, biar jelas,,” kata bu Marni.
Aku tersenyum mengangguk menyetujui apa yang dikatakan bu Marni. Sebelum aku menemui Mei, sebaiknya aku temui Ivan terlebih dahulu.tapi kali ini aku tidak beruntung, karena Ivan sudah pulang sejak tadi. Tanpa rasa ragu dan takut aku menemui Mei di mushola.
Kulihat dari jauh Mei sudah selesai sholat dan sebentar lagi Mei keluar.
“hai Mei,” tegurku saat Mei berjalan melewatiku. “bisa bicara sebentar nggak?” pintaku.
“boleh tapi sebentar saja ya, aku nggak enak sama ibu,” jawabnya menyetujui permintaanku.
“begini, sebenarnya, tujuanku menemui kamu adalah, aku ingin menanyakan apa yang apa yang ingin kamu ucapkan pada waktu itu, tapi sebelum aku menemui kamu, tadi aku sempat menemui ibu kamu dulu, dan…” belum selesai aku bicara Mei sudah memotong.
“maafkan ibuku, jika cerita ibuku membuat kamu,,,,” katanya menggantung.
“emmm, bukan begitu maksudku, aku malah senang kok, dan dengan begitu aku jadi tahu kalau kamu…”
“eh, maaf,, aku permisi dulu,,” kata Mei dan berlalu meninggalkanku.
‘ah lagi-lagi itu yang dikatakan, tapi taka pa, mungkin dia malu karena aku sudah mengetahuinya.
Di kantin ku lihat Mei tampak begitu kesal karena ibunya sudah menceritakan semua kepada Rizal.
“bu, kenapa ibu menceritakan semua kepada Rizal? Kan aku malu bu,,” keluh Mei.
“ya nggak papa to nduk, karena dengan begitu kalian jadi cepat jadian dan pacaran gitu hlo,,” jawab bu Marni santai.
“ah, ibu ini,,,” Mei menghentikan bicaranya, karena Mei melihat Rizal berada di dekat mereka. Dan ternyata bu Marni juga melihat kedatangan Rizal lalu memanggilnya.
“nak Rizal,, sini,,” bu Marni melambaikan tangannya pada Rizal.
“ada apa bu,,?” Rizal melirik Mei yang pura-pura sedang sibuk.
“ini hlo nak Rizal, Mei mau ngomong sesuatu.” Kata bu Marni dan membuat Mei kaget.
“ibu,,,” Mei memelototi ibunya, seolah-olah tidak setuju dengan perkataan ibunya.
“ayolah,, cerita domg, biar aku nggak penasaran nih,,” desak Rizal.
Mei menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan. Setelah ketenangan didapat, Mei mulai bicara. Dan Rizal pun tidak sabar, ingin mendengar jawaban langsung dari mulut Mei.
“Rizal…”
“iya…”
“sebenarnya…aku juga suka sama kamu…” kata Mei akhirnya.
Aku tersenyum senang karena ternyata Mei juga punya rasa yang sama kepada ku. Dan dugaan ku selama ini benar.
“jadi….maukah kamu mendampingiku,,??” pintaku.
Mei tersenyum mengangguk.
Tiba-tiba saja ku dengar suara teropet dan tepuk tangan dari mahasiswa-mahasiswa lain yang tanpa disadari mereka menguping pembicaraan antara aku dan Mei. Dan semua itu tidak lepas dari kerjasama antara Ivan dan bu Marni, tanpa sepengetahuanku dan Mei.mereka semua ikut bahagia atas kebehagiaan yang aku dan Mei rasakan.
Tanpa berpikir panjang Ivan langsung menubruk Rizal yang sedari tadi senyum-senyum keheranan.
“selamat ya kawan,, apa ku bilang kamu bisa mendapatkannya, dan buktinya,, saat ini,” kata Ivan sambil menepuk-nepuk bahuku.
“makasih sobat, semua ini berkat bantuan mu.” Kata ku membalas menepuk bahu Ivan. Mei tersenyum melihat tingkah dua sahabat ini.
“dan untuk merayakan hari jadiannya Rizal dan Mei, mari kita makan-makan,,,,” teriak Ivan mengumumkan.
Dan hari ini adalah hari bahagia bagi semua. Terutama Rizal dan Mei.
By:
Dewi Woro Ambarsari / XII.IB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar