by 'aLphienth' DiZt POwnyi on Wednesday, December 7, 2011 at 1:31pm
pic.source: http://peperonity.com/ |
Gurat kesedihan itu tak juga sirna. Air matanya tak juga kering. Di depan pusara ayahnya ia berlutut. Membaca sebaris doa agar di akhirat sana ayahnya diberi kemudahan. Ia mencium pusara itu dan kembali tersedu. Terbayang dulu ketika ia berburu buah durian bersama ayahnya. Ia berkata lirih, "Ayah, buah durian di kebun kita sudah mulai matang. Kapan kita berburu durian lagi?"
Sungguh siapa pun akan miris mendengarnya. Ia masih berlutut di pusara ayahnya seakan tak mau dipisahkan sekali pun oleh takdir.
Ya, takdir kematian. Seperti satu "momok" tersendiri bagi mereka yang tak mau dipisahkan dari orang yang dicintainya. Padahal tiap orang pasti akan mati, tapi hal ini masih menjadi satu kejadian yang siapa pun tak mau mengalaminya ketika sedang dilema oleh dunia. Dan tanpa kita sadari Dewa Kematian melayang-melayang diatas kita untuk menebarkan sayap duka dan mengincar kita.
Hanya saja kematian ini memang masih terlalu mengejutkan bagi wajah itu. Tak apa kawan, Tuhan menyayangi ayahmu sehingga ia dipangil secepat ini. Tuhan pasti punya rencana indah untukmu nanti. Tuhan ingin membuatmu menjadi sosok yang sangat tegar dengan dipanggilnya ayahmu kehadirat-Nya. Ini ujian. Dan kau tak perlu takut melaluinya sendiri. Karena kami, sahabat dan keluargamu akan selalu menemanimu melalui semua ini. Ini adalah permainan takdir.
Setelah merasa puas menangis di pusara ayahnya dan seakan tahu bahwa dibelakangnya ada keluarga dan sahabat yang akan menguatkannya. Ia bangkit dan menatap pusara ayahnya sambil berkata, "Lihat aku ayah, aku tak akan kalah dalam permainan takdir ini. Aku akan tegar dan merajut mimpiku meski tanpamu disisiku. Doakan aku ayah!"
Ia pun berlalu dan menjadi sosok yang lebih tegar meskipun kabut duka masih menyelimutinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar