by Adetia G Anin on Friday, December 30, 2011 at 1:15pm
Hari ini, hari yang tak berbeda , sama dengan hari-hari sebelumnya, tapi ada suatu hal yang membuatku ingin kembali memencet tuts keyboard usang ini lagi. Aku ingin bercerita pada hujan yang turun siang ini, yaa hujan yang siang ini turun, langitpun berwajah muram hingga tampak kehitaman. Dinginya pun begitu menusuk ke tulang , hingga ingin membaringkan badan ini diatas nyamanya busa yang tebal.
Begitu lelahnya aku hari ini, ujian demi ujian di kampuspun seraya menjadi penjajah ragaku juga jiwaku, aku terusik dengan bayangan soal-soal yang mengerikan, juga tersakiti dengan kegiatan-kegiatan yang ekstra memakan tenaga. Inilah predikat yang ku sandang sebagai 'MAHASISWA ANYARAN' yang berarti mahasiswa baru. Ternyata menjadi mahasiswa itu tidak senikmat yang aku pikirkan, nelangsa lebih tepatnya. Tugas tugas dari dosen seakan menghardikku, petuah-petuah yang disampaikan pada saat penyampaian materipun seperti rumitnya bahasa pemrogaman, yang terkadang melayang layang seperti sinyal handphone. Lalu ada suatu kejadian yang begitu dahsyat sore tadi, aku berjalan ke emperan rumah, memakai sandal dengan alas yang halus, dan dipermukaan sandal itu seperti akar beringin yang jatuh dari atas, atau lebih mudahnya kalian bayangkan saja keset kamar mandi yang berserabut empuk, sungguh nyaman sekali jika di pakai. Tapi kenyamanan itu kandas setelah aku berjalan melalui lantai keramik coklat, hari itu hujan, jadi pantas jika lantai itu basah dan dengan kebasahan lantai ditunjang dengan alas sandal nyamanku yang licin maka terjadilah peristiwa yang dahsyat, ketika aku melangkah, aku kehilangan keseimbangan, seperti hilangnya sinyal modem saat hujan turun, aku hilang kendali aku berusaha menjaga keseimbangan tubuhku, tapi semakin kaki ku gerakan semakin tak bisa aku mengendalikan, dan akhirnya... Bruukkkk !!! dengan kepala hampir menyentuh tanah lalu kaki berada pada anak tangga pertama dengan lantai keramik nan asoy itu, karena memang emperan rumahku terdapat tiga buah anak tangga, rumahku memang berada pada tempat yang sedikit ke atas, sehingga perlu penghubung antara tanah dan pintu depan rumah. Sungguh ketika aku jatuh aku hanya berfikir 'ternyata tidak enak terjatuh itu'. Ketika aku mencapai kesengsaraan yang begitu memuncak dengan simpul tawanya yang lebar , sungguh lebar selebar jangkauan wifi di kampusku, temanku itu tertawa melihatku jatuh tersungkur , dia tertawa sampai air mata nya keluar, sampai memerah wajahnya, sampai ia memegangi perutnya, sungguh betapa malangnya aku. Kini, ketika malam menjelang, dan ketika aku memencet tuts tuts keyboardku berasa remuk redam tubuhku. Dan aku hanya bisa memandangi dengan penuh pilu terhadap kaki ku yang bewarna biru ungu juga tanganku yang mempunyai ukiran alami sesudah aku bergelut dengan lantai nan assoooy itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar